ijtihad
Arti "ijtihad" menurut bahasa adalah mengeluarkan tenaga atau kemampuan. Ijtihad adalah mengeluarkan segala tenaga dan kemampuan untuk mendapatkan kesimpulan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Syarat-syarat untuk menjadi seorang Mujtahid: pertama, menguasai bahasa Arab, tentu termasuk nahwu, sharaf dan balaghahnya karena Al-Qur’an dan Hadits berbahasa Arab. Tidak mungkin orang akan memahami Al-Qur’an dan Hadits tanpa menguasai bahasa Arab.
Kedua, menguasai dan memahami Al-Qur’an seluruhnya, kalau tidak ia akan menarik suatu hukum dari satu ayat yang bertentangan dengan ayat lain. Contohnya, do’a terhadap orang mati. Ada golongan-golongan yang menyatakan bahwa berdo’a kepada orang mati, bersedekah dan membaca Al-Qur’an tidak berguna dengan dalil.
وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah ia kerjakan.” (An-Najm: 39)
Hal itu tentu bertentangan dengan banyak ayat yang menyuruh kita mendo’akan orang mati. Dalam ayat lain tercantum:
اَلَّذِيْنَ جَاءُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَلاِخْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمنِ
“Orang-orang yang datang setelah mereka berkata, yaa Allah ampunilah kami dan saudara kami yang telah mendahului kami dnegan beriman.” (Al-Hasyr: 10)
Juga termasuk mengetahui ayat yang berlaku umum atau ‘aam (عام) dan yang khusus atau khas (خاص); yang mutlak (tanpa kecuali) dan yang muqayyad (yang terbatas); yang nasikh (hukum yang mengganti) dan yang mansyukh (hukum yang diganti); dan asbaabun nuzul (sebab turunnya) ayat untuk membantu dalam memahami ayat tersebut.
Ketiga, menguasai Hadits Rasulullah SAW baik dari segi riwayat hadits untuk dapat membedakan antara hadits yang shahih dan yang dlaif. Mengapa harus menguasai hadits? Karena yang berhak pertama kali untuk menjelaskan Al-Qur’an adalah Rasulullah SAW, maka apabila tidak menguasai hadits, dikhawatirkan menarik kesimpulan suatu hukum bertentangan dengan hadits yang shahih tentu ijtihad tersebut tidak dapat dibenarkan artinya bathil.
وَأَنْزَلْنَا اِلَيْكَ الذِكْرَ لِتُبَيِنَ لِلنَّاسِ مَانُزِلَ اِلَيِهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Kami turunkan kepada engkau peringatan (Al-Qur’an) supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka mudah-mudahan mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)
وَمَاءَ اتَكُمُ الرَّسُوْلَ فَخُذُوْهُ وَمَانَهَكُمْ عَنْهُ فَانْتَهَوْا وَاتَّقُوْااللهَ اِنَّ الله شَدِيْدُ اْلعِقَابِ
“Dan apa yang Rasul berikan kepadamu hendaklah kamu ambil, dan apa yang Rasul larang kepadamu hendaklah kamu hentikan, dan takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah keras siksa-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
Keempat, mengetahui Ijma’ (kesepakatan hukum) Para Sahabat. Supaya kita dalam menentukan hukum tidak bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh sahabat, karena mereka yang lebih mengetahui tentang syareat Islam. Mereka hidup bersama Nabi dan mengetahui sebab-sebab turunnya Al-Qur’an dan datangnya hadits.
Kelima, Mengetahui adat kebiasaan manusia. Adat kebiasaan bisa dijadikan hukum ( العادة محكمه ) selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ijtihad pada zaman Nabi SAW tidak diperlukan, sebab apabila sahabat mempunyai persoalan langsung bertanya kepada Nabi dan Nabi langsung menjawab.
Ijtihad diperlukan setelah Nabi wafat karena permasalahan selalu berkembang. Sejak abad ke II dan ke III Hijriyah permasalahan hukum Islam telah mulai perumusan hukum, diantaranya hasil dari Al-Madzahibul–Arba’ah baik dalam ibadah maupun mu’amalah. Dan telah diletakkan pula qaidah-qaidah Ushul Fiqih yang mampu memecahkan segala permasalahan yang timbul. Barangkali, periode saat ini adalah periode pengamalan dalam agama, bukan periode ijtihad. Walaupun, jika berijtihad itu hanya akan menghasilkan barang yang sudah berhasil. Contohnya, dalam berwudlu’, bila ada ijtihad, maka tidak akan keluar dari pendapat madzab empat atau al-madzhibul arba’ah (yang akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya, red).
Hal ini bukan berarti ijtihad ditutup mutlak. Tentu tidak. Dalam masalah-masalah yang berkembang baru di abad teknologi ini seperti: cangkok mata, bayi tabung, dan lain-lain, ijtihad tetap dibuka dengan berpedoman pada qaidah-qaidah ulama’ yang terdahulu dalam ilmu Ushul Fiqih.
Bahasa Arab
Bahasa Sanskerta
Definisi komersial
Definisi Kontributor
pengertian Administrator dan Administrasi
pengertian agama
pengertian tuhan
visualisasi
Fi’il Mulhaq Ruba’i Mujarrod dan Mulhaq Ruba’i Mazid
Fi'il Ruba'i Mujarrod,Fi’il Tsulatsi Mazid,Fi’il Ruba’i Mazid:
BELAJAR I'LAL
Visualisasi Ayat Al-Qur’an
Memakai Celana di Bawah Lutut
Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok
Pesepakbola Top yang tetap berpuasa
Faidah surat al-fatihah
suratul fatihah dan beberapa hasiatnya (1)
Sudahkah saya bisa dikatakan mukmin?
ALQUR'AN & HADITS HARAM DIBACA DAN DITULIS
PRIA IDAMAN MUSLIMAT
Cara ijazah ilmu yang benar
syarat syarat doa
HUKUM YANG PALING BENAR ADALAH HUKUM TUHAN
SYARAT SYARAT MENUNTUT ILMU
MUNAFIKKAH PEMERINTAH INDONESIA?
peringatan buat muslim (1)
bagaimana nasib negriku?
islam indonesia
wahai yang berpuasa
BAGAIMANA HUKUMNYA MEMBACA ALQUR’AN DENGAN BAHASA AJAM SAJA?
Syarat-syarat untuk menjadi seorang Mujtahid: pertama, menguasai bahasa Arab, tentu termasuk nahwu, sharaf dan balaghahnya karena Al-Qur’an dan Hadits berbahasa Arab. Tidak mungkin orang akan memahami Al-Qur’an dan Hadits tanpa menguasai bahasa Arab.
Kedua, menguasai dan memahami Al-Qur’an seluruhnya, kalau tidak ia akan menarik suatu hukum dari satu ayat yang bertentangan dengan ayat lain. Contohnya, do’a terhadap orang mati. Ada golongan-golongan yang menyatakan bahwa berdo’a kepada orang mati, bersedekah dan membaca Al-Qur’an tidak berguna dengan dalil.
وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah ia kerjakan.” (An-Najm: 39)
Hal itu tentu bertentangan dengan banyak ayat yang menyuruh kita mendo’akan orang mati. Dalam ayat lain tercantum:
اَلَّذِيْنَ جَاءُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَلاِخْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمنِ
“Orang-orang yang datang setelah mereka berkata, yaa Allah ampunilah kami dan saudara kami yang telah mendahului kami dnegan beriman.” (Al-Hasyr: 10)
Juga termasuk mengetahui ayat yang berlaku umum atau ‘aam (عام) dan yang khusus atau khas (خاص); yang mutlak (tanpa kecuali) dan yang muqayyad (yang terbatas); yang nasikh (hukum yang mengganti) dan yang mansyukh (hukum yang diganti); dan asbaabun nuzul (sebab turunnya) ayat untuk membantu dalam memahami ayat tersebut.
Ketiga, menguasai Hadits Rasulullah SAW baik dari segi riwayat hadits untuk dapat membedakan antara hadits yang shahih dan yang dlaif. Mengapa harus menguasai hadits? Karena yang berhak pertama kali untuk menjelaskan Al-Qur’an adalah Rasulullah SAW, maka apabila tidak menguasai hadits, dikhawatirkan menarik kesimpulan suatu hukum bertentangan dengan hadits yang shahih tentu ijtihad tersebut tidak dapat dibenarkan artinya bathil.
وَأَنْزَلْنَا اِلَيْكَ الذِكْرَ لِتُبَيِنَ لِلنَّاسِ مَانُزِلَ اِلَيِهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Kami turunkan kepada engkau peringatan (Al-Qur’an) supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka mudah-mudahan mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)
وَمَاءَ اتَكُمُ الرَّسُوْلَ فَخُذُوْهُ وَمَانَهَكُمْ عَنْهُ فَانْتَهَوْا وَاتَّقُوْااللهَ اِنَّ الله شَدِيْدُ اْلعِقَابِ
“Dan apa yang Rasul berikan kepadamu hendaklah kamu ambil, dan apa yang Rasul larang kepadamu hendaklah kamu hentikan, dan takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah keras siksa-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
Keempat, mengetahui Ijma’ (kesepakatan hukum) Para Sahabat. Supaya kita dalam menentukan hukum tidak bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh sahabat, karena mereka yang lebih mengetahui tentang syareat Islam. Mereka hidup bersama Nabi dan mengetahui sebab-sebab turunnya Al-Qur’an dan datangnya hadits.
Kelima, Mengetahui adat kebiasaan manusia. Adat kebiasaan bisa dijadikan hukum ( العادة محكمه ) selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ijtihad pada zaman Nabi SAW tidak diperlukan, sebab apabila sahabat mempunyai persoalan langsung bertanya kepada Nabi dan Nabi langsung menjawab.
Ijtihad diperlukan setelah Nabi wafat karena permasalahan selalu berkembang. Sejak abad ke II dan ke III Hijriyah permasalahan hukum Islam telah mulai perumusan hukum, diantaranya hasil dari Al-Madzahibul–Arba’ah baik dalam ibadah maupun mu’amalah. Dan telah diletakkan pula qaidah-qaidah Ushul Fiqih yang mampu memecahkan segala permasalahan yang timbul. Barangkali, periode saat ini adalah periode pengamalan dalam agama, bukan periode ijtihad. Walaupun, jika berijtihad itu hanya akan menghasilkan barang yang sudah berhasil. Contohnya, dalam berwudlu’, bila ada ijtihad, maka tidak akan keluar dari pendapat madzab empat atau al-madzhibul arba’ah (yang akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya, red).
Hal ini bukan berarti ijtihad ditutup mutlak. Tentu tidak. Dalam masalah-masalah yang berkembang baru di abad teknologi ini seperti: cangkok mata, bayi tabung, dan lain-lain, ijtihad tetap dibuka dengan berpedoman pada qaidah-qaidah ulama’ yang terdahulu dalam ilmu Ushul Fiqih.
Bahasa Arab
Bahasa Sanskerta
Definisi komersial
Definisi Kontributor
pengertian Administrator dan Administrasi
pengertian agama
pengertian tuhan
visualisasi
Fi’il Mulhaq Ruba’i Mujarrod dan Mulhaq Ruba’i Mazid
Fi'il Ruba'i Mujarrod,Fi’il Tsulatsi Mazid,Fi’il Ruba’i Mazid:
BELAJAR I'LAL
Visualisasi Ayat Al-Qur’an
Memakai Celana di Bawah Lutut
Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok
Pesepakbola Top yang tetap berpuasa
Faidah surat al-fatihah
suratul fatihah dan beberapa hasiatnya (1)
Sudahkah saya bisa dikatakan mukmin?
ALQUR'AN & HADITS HARAM DIBACA DAN DITULIS
PRIA IDAMAN MUSLIMAT
Cara ijazah ilmu yang benar
syarat syarat doa
HUKUM YANG PALING BENAR ADALAH HUKUM TUHAN
SYARAT SYARAT MENUNTUT ILMU
MUNAFIKKAH PEMERINTAH INDONESIA?
peringatan buat muslim (1)
bagaimana nasib negriku?
islam indonesia
wahai yang berpuasa
BAGAIMANA HUKUMNYA MEMBACA ALQUR’AN DENGAN BAHASA AJAM SAJA?
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Mengenai Artikel Diatas
Komentar Anda Sangat Berarti Buat kami.
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.